Pariwisata global terus berkembang pesat, namun di balik gemerlapnya industri ini tersimpan fakta yang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan terbaru dari World Tourism Organization (UNWTO) tahun 2024, sektor pariwisata berkontribusi hingga 8% terhadap emisi karbon dunia. Angka tersebut menunjukkan bahwa aktivitas perjalanan manusia memiliki dampak signifikan terhadap perubahan iklim. Di tengah situasi ini, konsep eco-travel atau wisata berkelanjutan muncul sebagai solusi untuk menyeimbangkan antara eksplorasi dan pelestarian.
Eco-travel bukan sekadar tren gaya hidup, tetapi juga bentuk tanggung jawab terhadap bumi. Banyak traveler kini mulai sadar bahwa cara mereka bepergian dapat menentukan masa depan lingkungan. Di Indonesia, lembaga seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) aktif mempromosikan pentingnya wisata ramah lingkungan untuk menjaga kelestarian alam dan budaya lokal.
Prinsip Dasar Eco-Travel yang Harus Diketahui
Eco-travel menekankan kesadaran bahwa setiap langkah dalam perjalanan harus memberikan dampak positif terhadap alam dan masyarakat. Ada tiga prinsip utama yang menjadi fondasi gaya traveling ini:
- Ramah lingkungan – Semua aktivitas dilakukan dengan meminimalkan jejak karbon dan limbah. Misalnya, memilih transportasi umum, tidak membuang sampah sembarangan, serta menghormati habitat alami.
- Dukungan terhadap ekonomi lokal – Traveler sebaiknya membeli produk lokal dan menggunakan jasa masyarakat setempat agar keuntungan wisata dirasakan langsung oleh warga sekitar.
- Menghormati budaya dan tradisi – Menjaga sikap, berpakaian sopan, dan menghargai nilai-nilai lokal adalah bentuk penghormatan terhadap identitas daerah tujuan wisata.
Dinas Lingkungan Hidup juga sering mengedukasi wisatawan melalui program wisata berwawasan lingkungan yang menggabungkan pelestarian alam dengan pemberdayaan masyarakat.
Perencanaan Perjalanan yang Ramah Lingkungan

Sebelum berangkat, traveler perlu menyusun rencana perjalanan dengan pertimbangan keberlanjutan. Langkah awal yang tepat dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
1. Pilih Destinasi yang Menerapkan Konsep Wisata Berkelanjutan
Beberapa destinasi di Indonesia telah menerapkan konsep wisata berkelanjutan dengan dukungan masyarakat dan kebijakan daerah. Contohnya Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta yang memanfaatkan sumber daya lokal tanpa merusak alam, Taman Nasional Komodo yang membatasi jumlah pengunjung untuk melindungi ekosistem laut, dan Raja Ampat yang menerapkan sistem konservasi laut ketat.
Peran Dinas Lingkungan Hidup di daerah-daerah tersebut sangat vital dalam mengatur zonasi, menjaga keseimbangan daya dukung lingkungan, serta mengawasi praktik wisata agar tetap sesuai prinsip ekowisata.
2. Gunakan Transportasi Rendah Emisi
Moda transportasi adalah penyumbang besar emisi karbon selama perjalanan. Memilih transportasi rendah emisi seperti kereta, bus, atau sepeda listrik dapat membantu menekan dampak ini. Untuk jarak dekat, berjalan kaki juga bisa menjadi alternatif yang menyehatkan.
Selain itu, beberapa kota seperti Bandung dan Yogyakarta mulai mengembangkan layanan transportasi publik ramah lingkungan sebagai bagian dari inisiatif DLH untuk mengurangi polusi udara.
3. Akomodasi Ramah Lingkungan
Hotel atau penginapan kini banyak yang mengadopsi sistem keberlanjutan, seperti penggunaan energi surya, daur ulang air, dan manajemen sampah terpadu. Pilih akomodasi dengan sertifikasi eco-lodge atau green hotel. Selain hemat energi, langkah ini juga mendukung bisnis yang memiliki komitmen terhadap kelestarian alam.
Kebiasaan Sehari-hari Saat Traveling yang Berdampak Positif
Selain perencanaan, perilaku selama perjalanan juga berperan besar dalam menjaga lingkungan. Tindakan sederhana namun konsisten akan memberi dampak positif bagi alam dan masyarakat.
1. Kurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Gunakan botol minum isi ulang, sedotan stainless, dan tas kain lipat untuk mengurangi limbah plastik. Beberapa daerah wisata di Indonesia seperti Labuan Bajo telah menerapkan larangan penggunaan plastik sekali pakai. Program serupa juga digalakkan oleh Dinas Lingkungan Hidup di berbagai provinsi.
2. Jaga Kebersihan Alam dan Tidak Meninggalkan Jejak
Prinsip Leave No Trace berarti menjaga agar setiap tempat yang dikunjungi tetap alami seperti semula. Jangan membuang sampah sembarangan, jangan memetik tumbuhan liar, dan hindari mengganggu hewan di habitat aslinya. Foto adalah satu-satunya jejak yang pantas dibawa pulang.
3. Dukung Produk Lokal dan Ekonomi Warga Setempat
Beli cendera mata dari pengrajin lokal, makan di warung tradisional, atau ikut tur yang diselenggarakan warga desa. Langkah ini membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kearifan lokal tetap hidup.
Etika Bertanggung Jawab terhadap Alam dan Budaya Lokal
Eco-travel menuntut rasa hormat terhadap alam dan budaya. Saat berkunjung ke daerah baru, pahami adat istiadat, larangan, dan aturan yang berlaku. Jangan mengambil benda alam seperti batu karang atau bunga sebagai suvenir karena tindakan kecil ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Bersikap sopan, tidak membuat kebisingan berlebihan, serta menghargai ritual keagamaan menjadi bagian dari etika wisata berkelanjutan. Dinas Lingkungan Hidup juga aktif memberikan sosialisasi terkait etika wisata di area konservasi dan taman nasional.
Rekomendasi Destinasi Eco-Travel di Indonesia
Indonesia menyimpan banyak destinasi wisata yang menerapkan konsep eco-travel dengan baik:
- Desa Penglipuran (Bali) – Terkenal sebagai desa terbersih di dunia dengan tata kelola lingkungan yang inspiratif.
- Ekowisata Mangrove Benoa (Bali) – Menawarkan edukasi tentang pentingnya hutan mangrove dalam menjaga ekosistem pesisir.
- Desa Sade (Lombok) – Menampilkan kehidupan tradisional suku Sasak dengan material bangunan alami.
- Taman Nasional Tanjung Puting (Kalimantan Tengah) – Menjadi habitat orangutan dan pusat edukasi konservasi satwa liar.
- Desa Wisata Nglanggeran (Yogyakarta) – Menggabungkan konservasi alam dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Keberhasilan pengelolaan destinasi-destinasi ini tidak terlepas dari kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan Dinas Lingkungan Hidup.
Peran Teknologi dalam Mendukung Eco-Travel
Teknologi kini menjadi sahabat bagi traveler yang ingin menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Aplikasi seperti Ecolife dan Glooby dapat membantu menghitung jejak karbon perjalanan dan memberikan saran destinasi berkelanjutan.
Selain itu, platform pemesanan seperti Booking.com kini menambahkan filter eco-certified hotel yang memudahkan pengguna mencari penginapan berkelanjutan. Media sosial juga berperan penting dalam menyebarkan edukasi eco-travel melalui kampanye digital yang digagas oleh komunitas dan DLH.
Tantangan dan Solusi dalam Menerapkan Gaya Traveling Ramah Lingkungan
Meski konsep ini terdengar ideal, pelaksanaannya masih menemui tantangan seperti biaya tinggi, minimnya edukasi, dan kebiasaan lama wisatawan. Namun, semua hambatan dapat diatasi dengan langkah-langkah kecil yang konsisten.
Beberapa solusi yang bisa diterapkan:
- Mulai dari kebiasaan sederhana seperti membawa tempat makan sendiri dan tidak menggunakan plastik.
- Melakukan riset tentang destinasi ramah lingkungan sebelum berangkat.
- Mengikuti komunitas eco-travel untuk mendapatkan inspirasi dan rekomendasi praktik berkelanjutan.
Perubahan gaya hidup memerlukan kesadaran kolektif. Dinas Lingkungan Hidup berperan penting dalam mengkampanyekan kebijakan serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar eco-travel menjadi norma baru dalam dunia pariwisata (sumber: dlhsleman.id).
Mulai dari Diri Sendiri untuk Alam yang Lebih Lestari
Eco-travel adalah bentuk nyata dari tanggung jawab terhadap bumi. Setiap keputusan, mulai dari transportasi hingga kebiasaan kecil, dapat membawa perubahan besar bagi masa depan lingkungan. Dengan dukungan lembaga seperti Dinas Lingkungan Hidup dan kesadaran individu, pariwisata bisa tetap berkembang tanpa merusak alam.
Menjadi eco-traveler bukan berarti membatasi diri, tetapi memilih cara menikmati dunia dengan lebih bijak. Karena perjalanan terbaik adalah ketika bumi tetap lestari untuk generasi berikutnya.







