Bismillah …
Saya awali tulisan ini dengan bismillah, semoga air mata bisa bertahan tidak berdesakan keluar ketika saya ingin menuangkan kenangan bersama bapak melalui tulisan ini.
Sabtu terakhir bersama bapak adalah ketika beliau koma di rumah sakit. Ya, kebetulan saya mendapatkan jadwal menemani bapak pada hari Sabtu (16/12) dan Minggu (17/2) bersama adik bungsu yaitu Cipi.
Pada tulisan ini saya ingin menorehkan kenangan hari-hari terakhir kami bersama bapak. Tentu saja kami tidak pernah menduga jika hari-hari tersebut adalah yang terakhir bagi kami semua untuk berada di sisi bapak.
Awal Mula Bapak Masuk Rumah Sakit

Selasa, 12 Desember 2023 pukul 05.42 Cipi menelpon di grup chat keluarga. Karena masih pagi tidak ada yang merespon. Saya pun waktu itu sedang membersihkan kedai tempat saya jualan (hari itu memang saya pengen banget ke rumah ibu di Malang).
“Bapak kesulitan nafas dan tidak ada respon” kata adik saya di grup chat keluarga.
“Kalau bisa Mas segera ke rumah ya!” Saya bisa merasakan kekhawatiran dalam tulisannya.
Pukul 7.20 Mas Gie (anak pertama) mengirimkan foto bapak yang sedang rebahan di ranjang UGD. Deg … jantung saya berdegup kencang. Pantesan kok sejak tadi malam saya pengen banget ke Malang.
Menurut cerita Cipi bapak jatuh saat berjalan ke tempat tidurnya. Sepertinya bapak pusing dan mau merebahkan diri di tempat tidur tetapi belum sampai sudah jatuh duluan.
Sesampai di rumah sakit kondisi bapak kayak orang ngorok, beliau tidak sadarkan diri. Tetapi saya melihat ada bekas air mata yang mengalir dari sudut mata bapak.
Kami Memutuskan Bapak Dioperasi

Pukul 8.49 petugas IGD membawa bapak ke ruang CT Scan dan pada pukul 10.40 dokter memberitahukan hasilnya bahwa bapak mengalami pendarahan di otak dan stroke. Dokter menawarkan kepada kami apakah mau operasi atau tidak.
Dokter juga tidak bisa menjamin bahwa setelah operasi bapak saya bisa sadar. Saat ini yang bisa dilakukan adalah mengatasi pendarahan di otak bapak. Kami pun hanya bisa berdoa, semoga Allah SWT memberikan yang terbaik.
Pukul 11.32 bapak dibawa ke ruang operasi dan pada pukul 14.14 dokter memberitahukan bahwa paru-paru bapak kemasukan cairan dan makanan. Jadi meminta izin kepada keluarga untuk membuat lubang di leher sebagai alat bantu pernafasan (Trakeostomi).
Selesai operasi bapak dibawa ke ruang ICU, saya menunggu di luar. Ada sebuah ruang tunggu untuk keluarga pasien. Karena lelah saya rebahan di kursi kayu panjang.
Bapak Kapan Sadar?
Grup chat keluarga tidak pernah sepi sejak bapak masuk ICU. Setiap saat satu per satu anggota menanyakan kondisi bapak, sudah sadar apa belum?
Hari Kamis, 14 Desember 2022 bapak sempat merespon. Saat itu yang jaga adalah mas dan mbak ipar saya. Mbak ipar saya sempat mevideokan bapak yang tangannya bergerak dan kepalanya juga menoleh kekanan dan kekiri.
Tapi kemudian dokter memberikan obat bius agar bapak bisa lebih tenang. Sepertinya kondisi bapak saat itu juga belum stabil.
Kata dokter hari Jum’at, 15 Desember 2023 adalah masa kritis untuk bapak, kami pun berdoa agar bapak bisa melalui masa kritisnya dan bisa segera sadar.
Namun, hingga hari Sabtu, 16 Desember 2023 bapak belum juga sadar. Dan dokter memberikan pernyataan yang membuat kami was-was. Kata dokter kondisi bapak sepertinya sulit untuk bangun dan kalaupun bisa bertahan mungkin akan seperti itu terus.
Huhuhu… tangis kami pun pecah, khususnya adik saya Cipi yang memang anak bungsu dan hampir setiap hari bercengkerama dengan bapak.
Tetapi itu hanya pernyataan dokter, kami terus berdoa semoga ada keajaiban dan bapak bisa kembali sadar. Kami ingat bahwa belum ada satupun dari kami (anak-anak bapak) meminta maaf pada beliau. Kami juga belum ada yang bisa membahagiakan beliau, hiks.
Sabtu Terakhirku Bersama Bapak
Pada saat bapak ada di ICU, saya mendapat giliran jaga pada hari Sabtu, 16 Desember 2023. Saya dan suami tidur di depan luar ruangan ICU. Sesekali saya menengok bapak ke dalam, saya tidak sanggup berlama-lama di dalam karena suhu udara dingin ber-AC.
Bapak seperti orang tidur yang sangat pulas dan mendengkur. Sesekali wajahnya tampak berminyak dan saya lap dengan tisu basah. 2-3 jam sekali saya (atau siapapun yang jaga) menyuntikkan air mineral dan susu, bergantian dengan sonde untuk nutrisi bapak.
Sabtu dan Minggu, saat saya menjaga bapak itu saya selalu memantau patient monitor yang berada tepat di samping kiri tempat tidur bapak. Bunyinya tiiiit …. tiiit … kayak di film-film gitu. Saya tidak menyangka jika di dunia nyata bisa menyaksikannya langsung.
Pernah sekali saya bertanya kepada perawat yang ada di ruangan ICU tentang apa aja sih yang tertera di patient monitor, tetapi jawabannya kurang memuaskan. Akhirnya saya cek di google deh. Kalau tidak salah ini adalah monitor tanda vital yang menunjukkan detak jantung, tekanan darah, saturasi oksigan, laju pernafasan,
Pada orang dewasa normalnya memiliki detak jantung istirahat antara 60–100 bpm, namun seringkali saya melihat di monitor heart rate bapak sampai diatas 100. Naik turun gitu antara 80 – 135 bpm.
Tekanan darah bapak juga belum stabil, kadang tinggi di atas 150/100 dan pernah juga di bawah 100. Kami menyadari kalau kondisi bapak masih belum stabil.
Bapak Sempat Membaik?
Hari Senin (18/23) pagi saya pulang ke Wajak. Kangen juga sama si bungsu yang sudah kutinggal sejak hari Sabtu. Sekalian nengok kondisi rumah lah ya, nitip pesan ke mbak asisten rumah tangga yang jagain si bungsu agar selalu diberi makanan sehat tanpa micin. Biasa lah anak-anak kalau emaknya gak ada biasanya suka sembarangan makannya.
Saya juga memantau kondisi bapak di grup chat keluarga. Kata mas saya kondisi bapak mulai stabil. Setelah dilakukan CT Scan ulang pendarahan di otak sudah bersih. Tapi entah mengapa perasaan saya gak enak, saya tuh pengen balik aja ke Malang dan nungguin bapak di rumah sakit.
Tetapi mas saya bilang gak usah khawatir. Kondisi bapak membaik terlihat dari monitornya, stabil semua. Teman-teman dan saudara juga banyak yang jenguk. Yaudah saya sedikit lega dengan pernyataan mas saya itu.
Selasa (19/23) pagi saya galau, mau buka kedai atau ke Malang aja menemani bapak di ICU. Kata adik ipar saya mending saya ke Malang aja karena waktu adalah emas, huhuhu.
Oleh karena di Malang sudah banyak yang jaga, ada pakde juga (kakaknya bapak dari Lumajang) saya memutuskan tidak ke Malang. Malah suami saya yang berangkat duluan ke Malang.
Sambil berdoa dan tetap memantau grup chat keluarga, saya pun membuka kedai. Baru aja buka, eh mas saya mengabarkan kalau semua anak bapak diminta kumpul di rumah sakit, huhuhu, saya auto nangis donk. Segera menutup kedai dan berangkat ke Malang naik ojek online.
Detik-detik Terakhirku Bersama Bapak
Saya sampai di rumah sakit sekitar pukul 12 siang. Langsung cuci tangan dan sholat dhuhur, kulihat ada mas dan ibu yang menemani bapak di ruang ICU. Kondisi bapak ketika saya sampai di rumah sakit sangat tidak stabil, dadanya naik turun, dan nafasnya megap-megap.
Apakah bapak sedang sakaratul maut? Pikir saya yang tidak karuan. Ketika sholat duhur kuberdoa semoga Allah memberikan yang terbaik untuk bapak.
Lalu, saya pun membaca bismillah dan masuk ruang ICU. Saya berdoa meminta kekuatan kepada Allah SWT agar bisa menemani bapak dalam kondisi apapun. Kulihat mas dan ibu sudah menangis tidak kuat melihat kondisi bapak. Kulihat monitornya sangat tidak stabil, HRnya mencapai 145, tekanan darah juga hampir 200.
Kupegang tangan bapak, dingin. Peluh membasahi dahi bapak, kuraba dada dan punggungnya, panas. Masyaallah sepertinya tubuh bapak sedang kesakitan. Aira mata saya pun mengalir deras. Saya buka aplikasi al-qur’an di smartphone dan mulai membacakan Yasin.
Pukul 14.30 Emak (mertua bapak, nenek saya) datang ke rumah sakit. Selama bapak sakit Emak tidak pernah kami ajak ke rumah sakit karena kondisi beliau sudah tua dan pikun. Tetapi, melihat kondisi bapak yang sudah tidak stabil ini saya merasa Emak harus menjenguk bapak.
Setelah Emak pulang dari rumah sakit, selang 30 menit kalau tidak salah. Nafas bapak mulai teratur. HR dan tekanan darah mulai normal. Putih-putih di mulut bapak menghilang. Bapak kembali kayak tidur pulas dan dadanya tidak lagi naik turun. Alhamdulillah pikir saya.
Saya amati patient monitor, terpantau normal semua mulai dari jantung, tekanan darah, saturasi oksigen, hingga paru-paru. Ada kelegaan tapi juga kekhawatiran.
Setelah sholat ashar saya membacakan Yasin di samping bapak. Sambil saya pegangi tangan bapak yang mulai dingin. Peluh di dahi sudah mulai berkurang.
Pukul 16.00 kondisi bapak mulai menurun lagi. Terpantau di monitor semua angka menunjukkan penurunan. Hati saya sudah mulai ketar ketir sambil terus membacakan Yasin untuk bapak, semoga Allah SWT mempermudah bapak.
Saya meminta mas dan adik-adik untuk membacakan Yasin juga. Meskipun kemudian mas gak kuat karena menangis sesenggukan.
Pukul 17.30 tanda di monitor jantung bapak sudah menunjukkan garis lurus, masih ada sedikit pergerakan jantung. Saya melihat para perawat dan dokter hendak melakukan pompa jantung di dada (seperti di film-film gitu). Tetapi saya menolak dan memilih untuk melakukan talkin.
Selama kurang lebih 30 menit saya melakukan talkin kepada bapak. “Laa Ilaha Ilallah.” berkali-kali tanpa lelah saya bisikkan di telinga bapak. Beliau memang tampak sedang terlelap tapi kami berdoa semoga dalam hatinya bapak bisa mengucapkannya.
Saya meminta adik dan mas untuk terus membacakan Yasin selama saya membacakan talkin. Dan pukul 18.00 dokter pun menyatakan bapak meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Kami pun keluar dan sholat maghrib bergantian. Tangis saya pecah seketika, dada saya sesak karena beberapa jam menahan tangis agar bisa membacakan Yasin dan talkin untuk bapak.
Pemakaman Lancar, Alhamdulillah
Sekitar pukul 19.42 jenazah bapak dibawa ke rumah dengan ambulance. Setiba di rumah para tetangga dan saudara sudah siap menyambut. Saya kagum dengan kebersamaan para warga yang kompak memberikan bantuan, masyaallah. Terima kasih tak terhingga kami sampaikan kepada bapak dan ibu perumahan RT 11 RW 04.
Pukul 21.00 makam untuk bapak sudah siap dan jenazah dibawa dengan ambulance. Alhamdulillah cuaca cerah dan pemakaman lancar.
Terima kasih ya Allah karena telah mengizinkan kami menemani bapak hingga saat terakhirnya. Kami memang belum bisa membahagiakan beliau tetapi atas izinMu kami bisa menemani bapak menghadapi detik-detik terakhir hidupnya.
Sekarang bapak sudah tidak sakit lagi. Semoga bapak husnul khotimah, diampuni semua dosanya, diterangi dan dilapangkan kuburnya oleh Allah SWT. Aamiin.