Berapa Idealnya Uang Saku Anak di Pondok Pesantren?

Berapa idealnya uang saku anak di pondok pesantren?

Ah, saya pun bingung kalau ditanya idealnya berapa hahaha. Jadi saya cerita aja ya idealnya uang saku anak di pondok pesantren atau ma’had versi saya karena saya yakin tiap orang tua pasti punya versinya masing-masing.

Saat ini putri sulung saya kelas 7 di MTsN 2 Malang. Ya, pada tahun pelajaran 2023-2024 dia diterima di MTsN 2 Malang melalui jalur Ma’had. Alhamdulillah saya bersyukur karena dia masuk di madrasah pilihannya. Sekarang saya tinggal memikirkan uang sakunya setiap bulan termasuk biaya asrama, SPP, dan lainnya.

Pengalaman Pertama Anak di Pondok Pesantren, Berapa Uang Saku yang Saya Berikan?

kunjungan 2 minggu sekali
kunjungan ke pondok dua minggu sekali, boleh mengajak anggota keluarga lainnya

Sebelum putri saya masuk ke MTsN 2 Malang saya sudah mencari informasi dong, tentang biaya masuk, SPP, dan biaya ma’had setiap bulannya.

Biaya masuk MTsN 2 Malang pada jalur ma’had saat itu sekitar 7 juta. Sudah termasuk uang pembangunan, SPP, seragam, dan biaya ma’had). Mohon maaf ya tidak saya rinci lebih detailnya.

Oiya, biaya segitu menurut saya sudah termasuk murah jika dibandingkan dengan biaya masuk pondok pesantren ponakan saya yang sekolah di Dau-Kota Batu. Mungkin murah atau mahal tergantung dengan sekolah mana kita membandingkannya ya.

Nah, pada bulan pertama saya masih belum tahu nanti putri saya akan butuh berapa uang saku dan biaya lainnya. Jadi, uang sakunya selama 1 bulan saya titipkan ke ustadzah yaitu 500 ribu yang nantinya setiap hari dia bisa memintanya ke ustadzah 15 ribu per hari.

Bagaimana dengan makan sehari-hari?

Saya masih harus membayar biaya pondok pesantren 800 ribu yang sudah termasuk untuk makan santri 3x sehari dan lain-lain. Kalau tidak salah ingat, 600 ribu untuk biaya makan dan 200 ribu untuk lain-lain.

Lalu, pada bulan pertama pengeluaran cukup banyak ya. Selain uang saku, biaya ma’had, masih harus membeli perlengkapan dan peralatan yang akan dibawa ke pondok.

Bagaimana Setelah Satu Bulan di Pondok Pesantren? Apakah  Uang Saku 500 Ribu Tidak Kurang?

jalan-jalan bersama si sulung sebulan sekali
Si kakak minta ke CFD memanfaatkan waktu pulang sebulan sekali

Selama dua bulan saya memberikan uang saku 500 ribu kepada putri saya. Alhamdulillah dia tidak mengeluh kekurangan karena ternyata kue atau jajan yang saya kirimkan (atas permintaan dia lewat surat) dia jual juga kepada temannya. Hahaha

Kok dia sampai kepikiran menjual kue yang saya kirimkan? Ternyata itu bukan inisiatif dia melainkan temannya yang memang ingin membelinya. Lalu, uangnya hasil jualan tersebut dia pakai untuk beli kue lainnya di madrasah.

Uang 500 ribu ternyata kurang kalau untuk satu bulan karena dia harus membayar penatu seragam sekolahnya. Oiya, selama dua bulan memang saya belum memperhitungkan uang penatu karena memang belum tahu berapa kebutuhannya.

Setelah bulan ketiga di pondok pesanstren inilah saya bisa menentukan jumlah uang saku dan biaya lainnya. Tetapi, saya pun memberikan saran dan masukan kepada putri saya agar bisa mengelola keuangan dengan baik.

Tips Mengelola Keuangan Anak di Pondok Pesantren

Anak masih sekolah kenapa harus bisa mengelola keuangan? Kan yang penting uang yang diberikan orang tua cukup untuk satu bulan, kalau kurang ya tinggal minta.

Hemmmm … Saya kurang setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut saya sejak dini anak-anak sudah harus bisa mengelola keuangan sebagai bekal ketika dewasa nanti. Saya pernah menuliskan cerita tentang mendidik anak mengelola uang sejak dini di blog saya lainnya (klik aja link tersebut).

Menurut saya sebagai orang tua kita harus jujur kepada anak-anak berapa pendapatan dan pengeluaran kita. Meskipun tidak secara rinci, anak-anak perlu tahu bagaimana cara kita mendapatkan dan menghabiskan uang, agar mereka bisa menghargai uang dengan cara yang baik dan benar.

Alhamdulillah karena sejak kecil anak-anak sudah belajar mengelola uang, ketika sudah SMP si sulung tidak terlalu kesulitan. Saya pun mengajak dia berdiskusi tentang mengelola keuangan di pondok pesantren.

Catat Semua Pemasukan dan Pengeluaran

idealnya uang saku anak di pondok pesantren
Ketika saya berdiskusi tentang pengelolaan uang dengan si kakak di pondok

Mencatat keluar masuknya uang tampak sepele. Tapi bisa berdampak besar dalam mengelola uang. Bersyukur karena sejak SD putri saya sudah pernah (meski tidak rutin) belajar mencatat pemasukan dan pengeluaran uangnya.

Jadi ketika saya menyarankan untuk mencatat semua uang masuk dan keluar, dia oke saja. Dia memulainya sejak bulan pertama di ma’had tetapi masih belum rutin.

Pada bulan ketiga, dia pun bisa mengabarkan kepada saya bahwa ia membutuhkan uang saku 15 ribu per hari. Untuk ke penatu dia membutuhkan uang 200 ribu. Sehingga total uang saku dan penatu yang saya titipkan kepada ustadzah di ma’had adalah 600 ribu per bulan.

Belajar Membedakan Keinginan dan Kebutuhan

Setelah melihat catatan keuangan si sulung, saya menyimpulkan bahwa dia terlalu banyak jajan. Saya pun menyarankan agar dia bisa membedakan keinginan dan kebutuhan. Dengan uang saku 15 ribu per hari dia harus bisa menahan diri agar tidak terlalu boros.

Selain uang saku harian, sebenarnya saya juga masih memberikan dia jatah uang untuk kunjungan pada minggu kedua yaitu maksimal 100 ribu. Biasanya dia minta dibawakan jajan, camilan, dan lain-lain yang dia inginkan. Terkadang dia nggak nitip apa-apa sehingga saya bawakan aja bekal untuk dimakan bersama.

Wajib Punya Tabungan

Belajar menabung memang harus dilakukan sejak dini agar anak-anak terbiasa nanti. Saat di pondok pesantren pun si kakak juga saya wajibkan punya tabungan. Alhamdulillah sebelum saya suruh nabung pun dia ternyata sudah menyisihkan sebagian uang sakunya.

Biasanya untuk apa uang tabungan tersebut?

Macam-macam, kadang untuk membeli alat tulis yang dia inginkan dan saya tidak menyediakan. Beli stiker di teman masa SDnya. Dititipkan ke saya untuk tujuan yang sudah dia tetapkan, atau jajan dan jalan-jalan pada saat pulang sebulan sekali.

Alhamdulillah teman sekamar putri saya ini semua baik dan jujur sehingga menyimpan uang sendiri pun aman. Tetapi memang sudah ketentuan dari pondok jika uang saku dititipkan ke ustadzah saja untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Begitulah akhirnya kami bisa sepakat tentang uang saku ideal untuk anak di pondok pesantren. Tidak lupa saya juga memberikan kepercayaan kepada putri saya bahwa dia pasti bisa jujur dalam mengelola uang selama di pondok.

Kepercayaan ini sangat penting karena anak-anak akan merasa mendapatkan dukungan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Uang memang bukanlah segalanya, tapi segalanya butuh uang. Hal itulah yang selalu saya tekankan kepada anak-anak.

Tinggalkan komentar